Cinta
itu serupa bubuk mesiu, gelombang subsonik yang dihasilkannya mampu mendorong
dan meledakkan seisi dunia magis seseorang. Aku tak berkata bohong tentang ini.
Aku punya bukti. Sebut saja Rolando, ia kini sedang hancur berkeping keping sehabis
meledak karena bara api cemburu menyulut bubuk mesiu cintanya. Mukanya yang
kata banyak orang tampan, berubah drastis hingga mirip katak tersengat seribu
tawon. Sembab bersimbah air mata. Ketangguhan yang kerap diperlihatkannya
lunglai, lenyap entah kemana.
Adalah
Saridia, sang Penari Ular tersohor yang dicintai Rolando dengan amat sangat itu
yang membuatnya menjadi puing puing berbentuk segitiga begitu. Saridia
terpergok Rolando sedang bermesraan dengan Satpam penjaga kompleks. Rolando
pitam. Pemuda terganteng di desanya itu sungguh terpukul. Dirinya merasa hina
dina karena dicurangi hanya oleh seorang Satpam dekil bau terasi. Rolando berang dan pergi meninggalkan desa,
sesunggukan di tengah hutan. Ia berjanji tak akan jatuh cinta lagi. Karena
cinta hanya membuatnya pilu. Ia kemudian naik ke sebuah pohon dan
memproklamirkan akan menjadi jomblo seumur hidup.
Saat
malam tiba, di dalam hutan sunyi, Rolando dikagetkan dengan hadirnya sesosok
bidadari cantik jelita. Bidadari itu memperkenalkan dirinya sebagai Ririn
Anastasya (Apa ada bidadari namanya begini??*garuk garuk). Singkat cerita
Rolando pun kembali jatuh cinta. Rolando mengutarakan bahwa ia ingin menikahi
bidadari itu. Bidadari itu sepakat untuk dinikahi dan dibawa pulang ke desa.
Rolando sama sekali lupa dengan janjinya di atas pohon, api asmara kembali
memercikkan bara cintanya hingga meledak. Nah, apa kubilang. Cinta itu seruoa
bubuk mesiu kan?? Tak peduli api apa yang meledakkannya. Ia akan tetap meledak,
entah itu karena api cemburu, api asmara, api curiga, ataupun “apitson”
sekalipun. Sampai jumpa.
Medan, 14 Mei 2013, 16.37 WIB
0 komentar:
Posting Komentar