Pagi buta Milin sudah berada di halaman rumahnya, mengutipi mimpinya yang bertaburan tadi malam. Milin terperangah karena mimpinya hilang satu. Biasanya ia akan menghitung mimpinya, jika jumlahnya sudah pas, ia akan menyematkan peniti emas pada ujung mimpi dan menyimpannya di kendi untuk di pergunakan malam berikutnya. Milin pucat pasi, ia mencari cari kesana kemari. Di bawah pohon cemara? Tak ada. Di bawah pohon saga? Tak ada, bahkan di semak semak ilalang pun tak nampak. Milin mulai gugup. Bukan apa apa, mimpi yang hilang itu adalah mimpinya yang terliar. Ia tak mau seorang pun selain dirinya yang memiliki mimpi itu. Milin mulai menangis, merutuki dirinya sendiri yang tadi sedikit malas bangun karena bekerja terlalu lelah kemarin petang.
Ayam jantan mulai berkokok, Milin sadar sebentar lagi mentari akan tiba. Ia cepat cepat menyematkan peniti emas pada lembar lembar mimpi yang sudah berhasil dikutipinya. Milin tak ingin semua mimpi yang berhasil digenggamnya itu turut lenyap di sesap matahari. Satu saja hilang sudah bisa meruntuhkan dunia Milin apalagi hilang semua?? Mungkin Milin bisa mati. Milin berlari masuk e rumah, menyimpan mimpi mimpinya yang tersisa ke dalam kendi. Dan lalu berhambur keluar lagi, ia memutuskan akan mencari mimpinya kemana pun sampai dapat, walau sampai ke ujung dunia sekali pun.
Milin mulai terus berlari dan berlari. Di tengah jalan Milin menengadah ekor matanya menangkap sekelebat ekor mimpinya yang melesat menjauh.
"Mimpiiii... tungguuu!!!"
Mimpi tak mendengar, mimpi terus melesat dan terbang makin meninggi.
Milin terus berlari, mengejar dan menggapai gapai ekor mimpi.
Milin sudah sangat jauh dari rumah, keringatnya mengucur deras. Milin terjerembab. Kakinya terluka namun ia tak peduli.
Beberapa orang meneriaki Milin agar berhenti, mereka berkata bahwa mimpinya itu sudah jauh, tak akan bisa diraih. Milin tak peduli, ia malah semakin bersemangat dan membuktikan pada orang orang, bahwa ia mampu.
Kaki Milin melepuh karena sudah terlalu jauh berlari. Malam sudah tiba menyelimuti bumi. Milin meronta ronta dan mengiba. Memanggil manggil mimpi agar kembali, karena sebentar lagi semua harus terlelap dan semua mimpi harus kembali ke alam tidur. Kalau tidak maka mimpi akan lenyap tak berbekas selama lamanya. Masa sudah hampir habis, sebentar lagi bumi harus tidur. Tiba tiba mimpi terbentur pohon, ia terhuyung dan terjatuh. Milin tak membuang tempo, ia lalu menangkap dan menyergap mimpi secepat kilat. Ia mendekap mimpi liar dengan erat. Milin terlelap bersama mimpi liarnya. Milin tersenyum penuh kemenangan. Ia belum menyadari bahwa setumpuk mimpinya di kendi telah hilang musnah selama lamanya sedetik yang lalu karena luput diikutsertakannya kembali ke alam mimpi.
Medan,16 Mei 2013, 10.50 WIB
0 komentar:
Posting Komentar