Kamis, 30 Mei 2013

KAUM IBU DAN DUNIA POLITIK

Unknown


Kata seseorang padaku..”Mamak- Mamak (Ibu- Ibu) nggak usah ngikutin perkembangan politik! Masak saja di dapur sana..!!” Lalu bagaimana jika seorang Mamak- Mamak (Ibu- Ibu) seperti saya terkadang suka melihat debat- debat politik seperti yang sering tayang di TV. Harus tutup matakah? Harus masak terus kah? Kan sudah selesai sedari tadi.. Terus misalnya kalau anak kita atau murid bertanya tentang politik.. Apakah saya harus jawab, “Hey..saya ini kan Mamak- Mamak.. Tanya saja pada Bapak- Bapak sana!!!”

Demikianlah seringnya komentar masyarakat terhadap kaum perempuan terutama yang sudah menjadi Ibu- Ibu atau Mamak- Mamak dalam bahasa lokal di sini (Medan). Kebanyakan komentar itu keluar dari mulut- mulut para pria yang menganggap perempuan itu hanya cocok mengurusi masalah domestik saja. Mohon maaf, sebenarnya saya bukanlah seorang aktifis wanita yang selalu memperjuangkan kesetaraan gender dalam segala lini, saya hanya perempuan yang tidak melihat adanya keanehan jika wanita ingin mengetahui tentang hal hal yang berbau politik terutama yang terjadi di negaranya dan lalu kemudian sedikit berkomentar akan hal itu.

Coba tilik sejenak definisi dari politik itu sendiri menurut beberapa ahli definisi,
Menurut Kartini Kartono (1996 : 64) bahwa politik dapat diartikan sebagai aktivitas perilaku atau proses yang menggunakan kekuasaan untuk menegakkan peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan yang sah berlaku di tengah masyarakat.


Menurut Ramlan Surbakti  (1999 : 1) bahwa definisi Politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.   

Mengapa saya selalu menggarisbawahi masyarakat pada setiap definisi, itu dikarenakan saya ingin menegaskan bahwa perempuan bahkan jika sudah menjadi seorang Ibu pun ia juga adalah merupakan bagian masyarakat. Namun kenyataan yang terjadi di tengah masyarakat itu sendiri adalah perempuan selalu dipinggirkan jika menyangkut hal hal yang berbau politik. Wanita dianggap tidak mampu bahkan dicap sebagai mahkluk irrasional yang divonis tidak dapat menghasilkan sebuah keputusan yang logis untuk hidup berkenegaraan. Pertanyaan yang kemudian datang adalah Bagaimana seorang pria bisa membuat peraturan peraturan yang mengatur tentang urusan yang menyangkut hidup perempuan perempuan di muka bumi tanpa mengikutsertakan perempuan? Tanpa memperhatikan pendapat seorang perempuan? Dan bagaimana pula jika seorang perempuan harus dimintai pendapatnya tentang politik, sementara ia selalu dibatasi dan diremehkan oleh masyarakat?

Namun saya di sini sedang tidak membahas tentang keterwakilan perempuan di MPR/DPR yang notabene merupakan tempat di mana kegiatan politik itu berlangsung, akan tetapi ada tugas yang lebih utama bagi seorang perempuan jika hanya dibandingkan  menjadi seorang wakil rakyat, yakni mendidik Generasi Penerus Bangsa yang tumbuh dalam buaiannya.
Lalu mari kita berangkat dari sebuah pengertian lain mengenai Politik:
Politik merupakan salah satu sarana interaksi atau komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat sehingga apapun program yang akan dilaksanakan oleh pemerintah sesuai dengan keinginan-keinginan masyarakat dimana tujuan yang dicita-citakan dapat dicapai dengan baik.
(http://www.sarjanaku.com/2012/11/pengertian-politik-menurut-para-ahli.html), maka saya menyimpulkan bahwa perempuan sebagai masyarakat pun berhak melakukan komunikasi itu baik secara langsung maupun tidak langsung sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya.

Hal lain yang harus menjadi perhatian kita bersama adalah Ibu merupakan stakeholder masyarakat yang paling besar pengaruhnya. Jika generasi muda bangsa telah lahir dari rahimnya dan tanggung jawab pendidikan ada dipundaknya, maka pendidikan politik adalah jua termakhtub di dalam tanggung jawab seorang Ibu, bukan hanya tanggung jawab seorang Bapak saja. Budaya yang berkembang sejak dahulu kala telah mewariskan segala sesuatu yang bersifat “rumah” itu tanggung jawab Ibu, lalu segala sesuatu yang bersifat “luar rumah” itu tanggung jawab Ayah. Padahal seyogyanya kedua orang tua harus bersinergi untuk menghasilkan output keluarga berupa SDM yang unggul dan bermutu. Ironinya lagi yang banyak terjadi di tengah masyarakat adalah Ibu Rumah Tangga lebih banyak menghabiskan waktu dan memberi pendidikan langsung kepada buah hati mereka yang merupakan generasi harapan bangsa itu di rumah rumah mereka ketimbang seorang Ayah yang kebanyakan berada di luar rumah. Bayangkan pendidikan semacam apa yang ditanamkan seorang Ibu yang dibatasi akalnya atas politik  itu pada calon calon pemimpin dunia?  
Kebutaan para Ibu akan hal politik sudah barang tentu menyumbangkan porsi pendidikan yang tak memadai pula bagi anak- anak mereka. Anak- anak mereka mempelajari sesuatu yang disebut politik itu dari luar, dari apa yang dilihatnya di media massa dan didengarnya dari orang lain tanpa penggalian makna positif dari sebuah kejadian di dunia politik. Anda tentu tahu sendiri, dunia politik acap kali mempertontontan carut marut yang bahkan diakhiri dengan sebuah pertikaian yang seringnya dimaknai melenceng oleh generasi muda bangsa yang belum memiliki bekal cukup tentang politik. Dan yang menjadi kecurigaan saya adalah mungkin saja praktek politik culas, busuk dan keji saat ini adalah sumbangan dari ketiadaan peran seorang Ibu dalam pendidikan politik di banyak keluarga keluarga Indonesia. Sehingga perilaku politik yang menghalalkan segala cara adalah sesuatu yang benar dan harus untuk dilakukan di dunia politik.

Ada juga yang mengatakan bahwa politik itu adalah dunia yang kejam, dunia yang tidak cocok dengan wanita yang lemah lembut. Padahal fakta berbicara banyak sosok wanita yang menyelamatkan perekonomian keluarga dengan melakukan hal hal yang secara akal sehat tidak dapat dilakukan oleh seorang wanita. Sebut saja menjadi seorang supir truk, kerja bangunan, atau pekerjaan pekerjaan lain yang lazimnya dilakukan oleh pria.

Untuk itu, sudah saatnya kaum Ibu melek politik dan tidak perlu ada lagi pendapat pendapat tendensius mengenai kiprah perempuan di dunia politik dari masyarakat. Khususnya bagi Ibu Rumah Tangga yang kebanyakan waktunya dihabiskan di dalam rumah, tidak perlu merasa bahwa politik bukan dunia anda. Anda masyarakat dan anda berhak memberikan sumbangsih kepada negara anda untuk menjadikan kehidupan berbangsa menjadi lebih baik. Tidak perlu terjun ke dalam wadah partai atau pun wakil rakyat. Cukup saja bekali diri dengan politik dan perkembangannya, lalu berilah pendidikan politik kepada buah hati anda sesuai porsinya. Bukankah pendidikan dasar dalam keluarga mampu menguatkan pondasi pondasi kehidupan berbangsa? Ingat, bangsa yang kuat adalah bangsa yang terdiri dari keluarga keluarga yang kuat pula di dalamnya.

Mari jadikan kaum Ibu sebagai mitra dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bukan sebagai penggembira atau pemain cadangan belaka.

Unknown / Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

1 komentar:

Coprights @ 2016. Template Designed By Templateism | Wp Themes