Kemuning memandang sore yang hujan dari jendela
apartemennya. Lalu kembali mengalihkan pandangan pada sebatang cokelat yang
sejak tadi ia genggam. Hampir meleleh. Ia membaginya jadi dua bagian,
menyorongkan ke mulutnya setengah bagian dan setengahnya ia letakkan di atas
meja. Kemuning menjilati sisa cokelat dari ujung telunjuk dan jempolnya.
“Menjijikkan!” seru sebatang tongkat baseball padanya.
Kemuning tersentak dan membuatnya hampir jatuh
terjengkang dari kursi yang didudukinya.
“Chesckhaa! Tolong! Jangan karena kau bisa berubah
bentuk jadi apa saja, lalu kau semena-mena muncul di hadapanku dengan wujud
tongkat jelek begitu!” Kemuning memekik, alis tebalnya bertaut, bulu mata
lentiknya mengerjap dan bibir indahnya memberengut.
Tongkat baseball itu bergetar seperti agar-agar, lalu…
“Plup!!” tongkat baseball sudah menjelma menjadi gadis
pirang berwajah tirus dan sedikit pucat.
“Sorry, gadis pemarah!” ucap Chesckha gadis yang
tadinya berwujud tongkat baseball itu santai lalu menggamit cokelat di atas
meja dan memasukkan ke dalam mulutnya.
“Apa rencanamu hari ini?” tanya Chesckha setelah
menelan cokelatnya.
“Tidak ada…,” Kemuning menjawab ringan sambil
menggaruk punggungnya. Ia mengernyit menikmati sensasi gatal yang digaruk.
“Apaaaaaaaaa??!!” jerit Chesckha, tubuhnya
menggelembung seperti ikan buntel saat merasa terancam. Mulutnya terkuak dan
menampakkan gigi-gigi tajam seperti hiu. Beberapa perkakas rumah yang tersentuh
badannya yang membesar berjatuhan ke lantai.
Kemuning melongo, “Rrrr… maksudku ada… ya ada…,”
Kemuning mendengus, tidak yakin hendak mengatakan apa. “Di luar hujan, Ches!”
“Aku tak peduli mau di luar hujan atau sedang kiamat!”
seru Chesckha sambil menyusutkan tubuhnya dalam bentuk semula.
“Ya, begitu lebih baik,” komentar Kemuning.
Chesckha melotot dengan tatapan ‘tak memerlukan
komentar apa pun tentang tubuhnya’.
Kemuning mendehem.
“Bisakah kau mengatakan sesuatu, Kemuning?” tanya
Chesckha lalu meneliti wajah Kemuning.
“Bisakah kita melakukannya besok saja?”
“Sayangnya tidak, cantik!” Chesckha menggeleng.
“Kenapa kau libatkan aku dalam misi rumit begini,
Chesckha?”
“Apanya yang rumit? Kau hanya perlu menyuntikkan virus
yang kucuri dari planet BOVIAR-ku ke tubuh Presidenmu! Itu saja!”
Kemuning mendelik, Chesckha baru saja mengatakan itu seperti
memerintah Kemuning memasak mi instan.
“Tenang, katamu kau ingin melakukan hal yang berguna
untuk bangsamu. Setelah ini, kau bukan hanya sekedar gadis kurus, tak pintar
matematika yang menyedihkan, tapi kau adalah pahlawan!”
“Pakai ini…, “ Chesckha menyorongkan sesuatu di dalam
plastik.
“Kostum?” Kemuning bergidik. “Aku gak mau jadi semacam
Spidergirl atau Wondergirl atau yang semacam itu!”
“Jangan bodoh! Kostum ini membuatmu tak terlihat.
Pakai!”
“Kau sajalah… kau kan lebih sakti!”
“Ini negaramu! Bukan negaraku!” Chesckha hampir menggelembung
lagi, Kemuning buru-buru mengenakan pakaian itu.
Tengah
malam, istana kepresidenan sedang mendengkur, kecuali pengawal yang berjaga di
sepanjang istana. Kemuning sudah siap dengan suntik berisi virus di tangannya,
ia segera masuk ke kamar utama. Ibu Negara sedang meng-upload foto di
instagram. Pak Presiden sudah mendengkur.
“Jussss…” virus sudah sukses mengalir di sel-sel darah
Pak Presiden.
Pak Presiden sontak terbangun, menelepon seluruh
menterinya. Rapat mendadak! Dengan keputusan: harga-harga bahan pokok turun,
sekolah gratis, kesehatan gratis, pajak untuk barang mewah naik, kembali
galakkan sektor ekonomi mikro, tak ada kerja sama dengan luar negeri kecuali yang
menguntungkan harkat hidup orang banyak. Yang tak menjalankan titah presiden
TEMBAK MATI!
“Aku harap, aku melakukan yang yang benar…,” Kemuning
nyengir.
Medan, 5 Februari 2014