Kapan pertama
kalinya kau sadar bahwa di dunia ini ada makhluk yang bernama cinta? Bukan, bukan cinta
pada orang tua dan keluarga yang kumaksud.
Itu …
cinta pada lawan jenis. Perasaan yang berguncang-guncang di jantungmu itu, loh. Padahal hanya saat kau melihat temannya
lewat. Lalu seperti berdesir di dada padahal cuma melihat buku tugasnya
bertumpuk di meja guru. Hingga memasang ekspresi bertemu hantu kala berpapasan
dengannya di koridor sekolah. Pernah? Aku juga pernah, walau termasuk terlambat
dibanding teman-temanku yang bahkan sudah pacaran sejak SD.
Waktu
SMP,
seragam biru putih jadi saksi bisu diriku berkenalan dengan sosok cinta nan
misterius. Kau tahu? Cinta itu berbinar khusus di diri pria-pria berwajah
ganteng saja. Cinta tak mau menampakkan diri pada pria yang dirasa kurang
ganteng. Yeah, kau tahulah cinta akan bertransformasi seiring pertambahan usia.
Jadi di kelasku, ada pria
ganteng, di mana
dalam wajahnya sosok cinta memanggil-manggilku lirih. Hari-hariku diisi debar
jantung berkecepatan super tinggi dan berakselarasi penuh, ingin segera
menjemput cinta di dirinya. Aku berdoa semoga wali kelas mendudukkan aku sebangku
dengannya. Namun, doaku tak didengar, aku selalu didudukkan dengan pria
berwajah persegi yang di matanya tak ada cinta. Bahkan wali kelasku dengan
teganya mendudukkan si pria idamanku
di sudut belakang paling kanan dan aku di sudut depan paling kiri. Itu jauh
sekali di ruangan berukuran 6x8 meter begini. Sial!!! Tapi aku selalu mengambil sisi positifnya saja, minimal
kalau ditarik garis lurus antara aku dan dia, akan membelah kelas ini dalam
garis diagonal. Mistis sekali cinta itu,
ya? Mampu memaksamu jadi sok saling terhubung
padahal sama sekali tidak.
Di suatu pagi
yang cerah, bel masuk belum berbunyi. Pria yang padanya aku menumpukan getaran
cintaku tiba-tiba menghampiriku. Ini tak pernah terjadi. Kami memang sekelas,
tapi jarang berbicara atau bertegur sapa. Senyumnya terkembang, membuatku
membeku, aku harus apa? Ya, lima detik kemudian aku baru membalas senyumannya.
“Nad, sini deh, ada yang
mau kubilang ni ....”
Kau tahu seperti
apa jantungku kala itu? Bergetar? Bukan! Jantungku
itu kayang-kayang, salto-salto terus lompat indah ke dalam
kantung kemih, sebab aku jadi ingin pipis.
“Ada apa?” Aku
dan dia sedikit berpindah tempat ke sudut yang lumayan sunyi dari gegap gempita
teman-teman yang lain.
“Ada yang suka
sama kamu ....” Deg! Jangan-jangan
dia, nih yang suka sama aku.
Yipiii! Terima kasih dunia!
“Siapa?” tanyaku
sedikit bergetar.
0 komentar:
Posting Komentar