Jumat, 31 Juli 2015

Review/Resensi Buku The Girl Who Saved the King of Sweden

Unknown



Yang memutuskanku untuk jadi membeli novel ini adalah hal yang tertulis di belakang buku: Bahwa seorang gadis buta huruf kelahiran Soweto, sebuah perkampungan kumuh di Afrika Selatan, akan tumbuh dan kelak terkurung dalam sebuah truk pengangkut kentang bersama raja dan perdana menteri Swedia adalah kejadian dengan probabilitas statistik 1 : 45. 766. 212. 810. Itu menurut perhitungan Nombeko Mayeki, si gadis buta huruf itu sendiri. Sangat menarik dan menjanjikan! Yang aku bayangkan adalah bahwa buku ini pasti lucu.

Penasaran, bagaimana mungkin seorang gadis buta huruf asal perkampungan kumuh di pedalaman Afrika Selatan bisa ada di dalam truk kentang, tak hanya dengan seorang Raja Swedia tapi plus perdana menterinya sekaligus? Dengan mengubur hasrat sedalam-dalamnya, menelan liur sedalam-dalamnya dan kembali menabung lagi untuk membeli novel Ayah bulan depan, kuberanikan diri (gambling) pergi ke kasir dan membayar novel ini, TUNAI! (kalau enggak bakal digebukin SATPAM mall). Jangan tanya! Tentu dengan menggunakan uang sisa-sisa dari sisa-sisa di akhir bulan nan sempit tanpa ada yang bisa diharapkan lagi untuk membeli lauk enak besok.

Awalnya aku menganggap ini bacaan ringan. Ya itu, tadi… buku komedi biasanya ringan-ringan. Seringan mengedipkan mata, seringan sehelai kapas yang dipotong tujuh. Ah, tidak! Kapas dipotong sepuluh. Eh, berapa,ya? (ambil kalkulator). Oke, nanti kita pikirkan lagi. Tapi ternyata, setelah dibaca, kesimpulanku: semua berakhir tanpa ada satu pun yang kuduga. Bacaan ringan? Tidak, bacaan ini sarat dengan cerita politik, kejadian politik yang terjadi antara rentang tahun dari Nombeko, tokoh sentral novel ini lahir di tahun 1961 hingga seterusnya sampai tahun 2010. Meski novel fiksi, tapi kejadian maupun kondisi politik yang menjadi setting cerita diambil dari fakta yang terjadi. Tokoh-tokoh politiknya juga nama-nama yang sudah kita kenal di dunia nyata, seperti nama Raja dan Perdana Menteri yang terkurung bersama Nombeko itu. Penulis menggunakan nama dan karakter asli! (Aku tak membayangkan jika settingnya di Indonesia, lalu menggunakan nama sekaligus karakter asli pejabat-pejabatnya. Jika ada tokoh yang dijelekkan dalam cerita, pasti orang-orang menganggap penulis anti-orang itu. Tapi, ah… nggak usah pusing-pusing mikir sampai ke sana, buku yang beginian pasti langsung DICEKAL)

Bagi diriku yang awam akan politik, mungkin sesekali harus mengecek google untuk memberiku tambahan informasi mengenai suatu kejadian politis yang tak kuketahui. Tapi tenang, bagi yang tak ingin terusik keasyikan membacanya, bisa teruskan saja, lalu mengecek google-nya belakangan. Atau bagi yang malas melakukannya, tenang… tak ada bedanya. Buku ini tetap mengasyikkan tanpa atau dengan pengetahuan akan dunia perpolitikan.

Lalu anggapan yang kedua: lucu. Apa? Lucu? Terbantahkan! Buku ini sama sekali tidak lucu! Tapi amat sangat lucu sekali. Aku sampai tertawa keras (keras sekali dan tak berkesudahan). Penulisnya, Jonas Jonasson (yang kucurigai orang Sunda. Well, hanya orang Sunda yang mengulang nama begitu, sepanjang pengetahuanku), pintar, cerdas dan hebat dalam mengolah cerita. Lucunya ada di mana-mana: bahasa (narasi) penulis, dialog antar karakter bahkan kejadian-kejadiannya. Lucunya tak sanggup diceritakan, hanya yang membaca yang bisa menemukannya kelucuannya.

Jadi, ceritanya berawal dari Nombeko, gadis empat belas tahun asal Soweto, sebuah perkampungan kumuh di Afrika Selatan. Pekerjaannya adalah penguras jamban dengan ibu yang cepat mati, karena seorang pecandu Tinner. Ayahnya, pergi dua puluh menit sejak pembuahan terjadi. Dia ingin meninggalkan Soweto karena ia dipecat dari pekerjaannya. Dia melawan wakil dari pemerintah bagian Sanitasi yang menjadi atasannya. Impian gadis buta huruf ini selanjutnya pergi dari Soweto untuk membaca di perpustakaan Nasional di Pretoria. Sebelumnya ia telah belajar membaca dari seorang pria genit yang kemudian mati. Dan dengan kematian itu membantu Nombeko keluar dari Soweto.

Ke perpustakaan Nasional adalah tujuan sederhana. Hanya perlu berjalan 90 kilometer. Seharusnya sederhana. Sebelum dia terlindas mobil seorang Insinyur tepat di hari ulang tahunnya yang ke lima belas. Meski selamat dengan kondisi mengenaskan, keduanya sama-sama masuk pengadilan. Bukannya mendapatkan ganti rugi, Insinyur yang sanggup menyuap hakim itu malah membuat Nombeko yang jadinya dihukum menjadi budaknya selama tujuh tahun (menjadi lebih panjang karena satu dan lain hal). Nombeko dibawa ke tempat sang Insinyur yang ternyata mengepalai proyek rahasia: pembuatan BOM ATOM. Di sanalah awal gadis kulit hitam itu ‘berteman’ dengan bom atom berkekuatan tiga megaton yang kira-kira bisa menghancurkan apa saja hingga radius lima puluh kilometer. Lalu dia bertemu Hoger dan Hoger (lagi), Celestine seorang gadis pemarah, seorang Countess, Presiden Tiongkok, istrinya, kudanya, daging antelop, berurusan dengan dua agen rahasia Israel utusan Mosaad, bertemu tiga gadis Tiongkok yang tak mengenal keadaan, seorang mantan tentara Amerika yang trauma pada CIA, raja Swedia Carl Gustaf XVI, perdana menteri Swedia Fredrik Reinfieldt dan kebodohan-kebodohan serta keberuntungan lainnya. Semuanya sambung menyambung menjadi hubungan yang complicated, sebagian menguntungkan, bagian banyak yang lain merugikan.

Kekuatan novel ini terletak pada kekuatan setiap karakternya. Pada beberapa bagian awal (yang tak suka membaca) mungkin akan bosan, karena plot yang melompat-lompat hingga membuat bingung. Setiap bagian awal mendeskripsikan para tokoh yang nantinya akan bertemu jauh di belakang cerita. Kekuatan selanjutnya terletak pada konflik yang tiada akhir dan penyelesaian-penyelesaian yang sungguh cerdas dan ciamik. Tak ada karakter yang sia-sia, semua berguna dan ada peran penting. Tak hanya perpolitikan, buku ini penuh dengan perhitungan matematika, mengingat Nombeko yang digambarkan sangat pintar (paling utama dalam hal hitung menghitung).

Kekurangannya? Mungkin buku ini akan dibuang oleh editor yang tak suka akan kata-kata njlimet, panjang-panjang dan terkadang membingungkan. Tapi itu bisa diatasi dengan cara membaca ulang, sekali lagi, perlahan-lahan. Bisa dimaafkan karena ceritanya yang keren, penyelesaian konfliknya yang seluruhnya memuaskan.

Akhir kata, buku ini layak dibaca. Bukan untuk orang yang menginginkan bacaan ringan. Bukan pula untuk orang yang menginginkan bacaan berat. Jadi, buku ini cocok untuk orang yang meninginkan bacaan ringan, juga sekaligus menginginkan bacaan berat. Intitnya, berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.

Satu lagi yang menarik, buku ini mencantumkan quote-quote menarik di setiap bagian ceritanya. Yang aku herankan, penulis juga menukil quote yang bahkan siapa pun tak akan pernah memikirkan untuk mendapatkan apa-apa dari karakter tersebut. Quote itu adalah:

Jika orang yang kau ajak bicara sepertinya tidak mendengarkanmu, sabarlah. Mungkin saja telinganya sedikit tersumbat. –winnie-the-pooh-

Medan, 31 Juli 2015

Coprights @ 2016. Template Designed By Templateism | Wp Themes