Touch Me.
Hardware accelerated using
CSS3 for supported iOS
Responsive.
Respond to change in browser
width and adjust automatically
Flexible.
Run multiple sliders on
the same web page
Customize.
Set momentum, elasticity,
scrollbars and more...

Senin, 23 Mei 2016

Review atau Resensi Novel The Girl on the Train, Paula Hawkins

Unknown



Aku sependapat dengan endorsement novel The Girl on the Train yang ditulis paling akhir dari Collette McBeth, seorang penulis novel triler psikologis, The Life I Left Behind.
            “Perjalanan yang berkecepatan tinggi, penuh putaran dan belokan. Kini, menatap ke luar jendela kereta tak akan sama lagi,” komennya menanggapi novel triler psikologis yang ditulis oleh Paula Hawkins ini.
            Ya, benar. Setelah membaca novel ini, aku pasti punya bayangan lain tentang apa-apa yang kulihat dari jendela kereta. Sesuatu yang tampak normal, biasa, tapi siapa tahu di serba kenormalan itu sebenarnya tersimpan sesuatu. Sesuatu itu di luar dari apa yang kita sangkakan sebelumnya.
            Sama halnya seperti tokoh utama cerita ini: Rachel, dia menaiki kereta yang sama setiap hari menuju London.  Kereta akan selalu berhenti di salah satu sinyal perlintasan tepat di depan sebuah rumah nomor lima belas. Rumah dari sepasang suami istri yang tampaknya memiliki hidup yang ideal dan bahagia. Baginya melihat kehidupan orang asing dan tahu mereka aman dan nyaman di rumahnya membuat Rachel merasa aman juga. Rachel teringat akan kehidupannya sendiri yang dulunya juga sempurna.
            Tapi sebuah kejadian, menghapuskan pandangan baiknya terhadap sepasang suami istri itu. Rachel yang merasa sudah memahami mereka, akhirnya terseret masuk dalam konflik mereka. Bahkan terlalu dalam hingga semuanya kacau. Meski memang pada akhirnya mereka memiliki keterkaitan terhadap Rachel. Namun, kehadirannya di saat yang tidak tepat semakin memperparah keadaan.
            Kelebihan novel ini terletak pada kelihaian penulis dalam menggambarkan serta membongkar sisi psikologis masing-masing karakter. Pergumulan batin yang terjadi dalam tiap karakter membuat pembaca jadi berpusar dan tenggelam di alam pikiran tiap karakter. Tindak-tanduk karakter juga terbangun sempurna sesuai dengan sisi psikologis yang dipaparkan hingga semuanya masuk akal. Ini berbuat ini karena begitu. Itu berbuat itu karena begini. Logis.
            Kisah ini disajikan melalui PoV tiga karakter secara bergantian: Rachel, Megan dan Anna, hingga secara detail kita bisa mengetahui pergulatan emosional masing-masing karakter—apa yang mereka pikirkan—serta masa lalu mereka. Mau tak mau, sebagai pembaca terkadang kita tiba-tiba sangat membenci Rachel, atau suka pada Megan. Lalu di halaman berikutnya pembaca bisa membenci Megan dan Anna dan berpihak pada Rachel.
            Penulis rapi menebarkan petunjuk-pertunjuk, hingga pada awalnya kita merasa benar-benar bisa menebak siapa sebenarnya yang jahat. Penulis secara cerdas menyembunyikan twist untuk dibongkar di—hampir—akhir cerita. Tapi tidak secara terang-terangan memunculkannya secara tiba-tiba (bukan karakter yang tiba-tiba muncul di akhir). Dia sudah ada sejak awal. Penulis juga cukup cerdik menghadirkan beberapa hal untuk pengalihan. Keren dan cerdas!!!
            Sangat direkomendasikan bagi pembaca yang suka kisah seru dan misteri. Bersiap-siap menyelami sisi psikologis seseorang yang mungkin saja membuatmu ikut tersesat dalam jalam pikiranmu sendiri. Siap-siap untuk terkejut dengan akhir kisah ini.
Kabarnya novel ini akan difilmkan oleh Dream Works Studios. Kita tunggu saja peluncuran filmnya di bulan Oktober tahun ini.

Yunita R. Saragi
Medan, 24 Mei 2016







Coprights @ 2016. Template Designed By Templateism | Wp Themes