Rumah tua yang hampir berlumut itu sudah kenyang aku kunjungi. Penghuninya hanya seorang pria tua tanpa istri dan tanpa anak. Tanpa sanak keluarga dan handai taulan. Hanya seorang diri. Setiap aku datang bersama Bapakku yang seorang petugas kebersihan di rumah itu, pria itu pasti sedang duduk di kursi goyangnya, menghisap pipa tembakau menghadap halaman samping rumahnya yang penuh pohon pohon tua dengan akar akar batang menggelantung tak beraturan. Aku pasti akan mencengkram ujung baju Bapak dan menunduk kala melewati sosoknya, karena aku sungguh takut kepadanya. Tatapan matanya mampu mencakar dan mencabik- cabikku hingga dapat dipastikan aku tidak akan lena tidur di malam harinya. Kalau bisa memilih untuk tetap tinggal di rumah saat Bapak bekerja, tentunya aku sangat senang, tidak bertemu Pria sangar itu, tapi apa daya Bapak tidak mau meninggalkan putri kecil semata wayangnya di rumah seorang diri.
Setelah ketar ketir melewati pria itu dibelakang pundak Bapak, aku lega, dan duduk di kursi makan di dapur. Seorang pembantu yang bertugas memasak makanan sedang sibuk di sana. Ia memberiku sepotong roti. Setelah melahapnya dan mengucapkan terima kasih, aku menghampiri Bapak yang sedang menggosok lantai kamar mandi. Setiap hari Bapak harus membersihkan kamar mandi yang ada banyak di rumah ini. Karena Pria itu suka sembarangan buang air kecil dimana mana ia berkehendak dan tidak mau menyiramnya. Pernah aku bertanya mengapa pria ini jorok sekali kepada Bapak, dan dari situlah mengalir cerita Bapak hingga membuat aku tahu sedikit tentang sejarah pria ini.
“Itu kutukan baginya..” bisik Bapak di telingaku.
Konon, pria ini dulunya adalah pejabat yang amat kaya raya. Punya istri yang cantik dan anak anak yang pintar. Dikelilingi banyak handai taulan yang rela bahu membahu membantunya. Namun dia adalah seorang pejabat yang keji dan tamak. Bertindak culas demi keuntungan pribadi semata. Ia menumpuk pundi pundi kekayaannya dengan cara- cara kotor dan tak beradab. Suatu hari, ia kedatangan tamu, seorang kakek tua di kantornya yang megah. Tentu saja saat sekertarisnya memberitahu kedatangan tamu itu, ia menolak mentah- mentah dan memerintahkan agar Satpam mengusir Kakek berpakaian kumal itu. Kakek itu bermohon, dan berkata ingin menasihati sang Pejabat agar tidak berlaku bengis lagi terhadap rakyat kecil, karena jika tidak bencana akan segera mendatangi dia dan keluarganya. Namun Satpam itu berkeras dan berhasil menelungkupkan tubuh si Kakek renta ke halaman kantor yang dibangun dengan pajak rakyat itu.
Benar saja, sejak kejadian pengusiran itu, keanehan mulai terjadi pada Sang Pejabat, air seninya selalu banyak padahal dia minum cuma sedikit, serta ditambah bau busuk yang menyengat dari air seninya, dan anehnya lagi tangannya tidak kuasa menyiram sendiri air seni itu, harus dikerjakan oleh orang lain. Ia lalu cepat cepat periksa ke dokter terbaik di darat maupun udara, tapi tidak ditemukan sedikit pun kesalahan pada tubuhnya. Lambat laun istri dan anak anaknya menjauh karena tidak tahan dengan kondisi si Pejabat, belum lagi mereka harus setiap hari membersihkan air seni yang beraroma super bau itu. Karena itu pula dia jadi tidak percaya diri dan pamornya sebagai pejabat menurun dan tidak dipilih lagi di pemilu yang selanjutnya. Hingga kini pria itu harus berpuas diri hidup dari perusahaan tebu kecil miliknya yang tersisa dari berpuluh perusahaan yang dimilikinya dulu dan tinggal sendirian di rumah tua ini.
Kabar burung yang beredar dari mulut ke mulut, penyebab mengapa ia berair seni banyak sekali dan bau adalah karena lelaki itu memiliki tiga kantung kemih.
Bleekk..!!! Tiba tiba sebuah tangan besar menyentuh pundakku dan membuyarkan lamunanku. Aku terkejut dan jantungku hampir melompat, si Pria dengan tiga kantong kemih sudah berada di belakangku dan menyeringai mengerikan. Aku gemetar dan minggir menjauhi pintu kamar mandi, Bapak pun beringsut keluar. Pria itu masuk ke kamar mandi dan menutup pintu. Dan Soooooorrr!!!! Ia buang air kecil dengan jumlah seni kelewat banyak, bunyinya seperti orang menuangkan air seember penuh ke lantai kamar mandi. Aku bergidik, bakalan tidak bisa tidur malam ini. Tatapan gila itu bersemayam di mataku.
0 komentar:
Posting Komentar