Selasa, 01 April 2014

Our Motorcycle, Our Adventure

Unknown

“Look! Subhanallah .... It’s so beautiful!” Aku berdecak hingga hampir terlonjak dari jok motor.

Bentangan biru danau terluas se-Asia Tenggara menyambut kami. Padahal, sudah sering sekali aku melihat dan mengunjungi danau yang berpenghuni ikan pora-pora ini. Bahkan aku lahir pada sebuah kota di tepinya, Parapat. Tapi, tak jua habis rasa takjubku akan salah satu kemolekan yang dihibahkan Tuhan khusus untuk bangsaku ini.

Sebagai salah satu danau terluas di dunia, Danau Toba dikelilingi oleh tujuh kabupaten yang masing-masing kebagian kecantikan danau dengan sudut pandang yang berbeda-beda. Wisatawan kebanyakan, seringnya melihat danau dari kota Parapat, kabupaten Simalungun atau Pulau Samosir yang ada di tengahnya. Jarang mereka menikmati pesona danau ini dari Kabupaten lain, sebab mungkin aksesnya tidak segampang menikmati Danau Toba dari kabupaten-kabupaten yang sudah mengelola keindahan alam ini dengan baik.

Yang aku dan suamiku lakukan beberapa kali, seperti hari ini adalah mencari dan mengunjungi sudut pandang lain Danau Toba dari berbagai sisi. Sebagai sepasang suami istri petualang (yeah, kalau banyak yang kurang setuju menyebut kami petualang karena sok terlalu keren, baiklah akan kuganti) meminjam kata teman-temanku, sebagai suami istri “tukang jalan-jalan”, kami mengukur kilometer jalanan tidaklah memakai kendaraan lain selain motor. Di samping memang cuma itu yang hari ini kami punya, berkendara motor itu seru. Banyak angin, bisa terhindar macet, anti muntah, dan satu lagi irit. Walau tempat yang dituju bukanlah tempat yang berjarak dekat.

“Kalian ke sana dengan motor?” Banyak teman memekik heran. Kami hanya mengangguk dan tersenyum. “Gila!” lanjut mereka.

Hari ini misi kami adalah mengelilingi pulau Samosir, setelah sebelumnya sudah pernah memandang sunset di garis horizon Danau Toba dari Tele, sebuah daerah dataran tinggi di Kabupaten Tapanuli Utara, kemudia dari ketinggian alam pegunungan Berastagi, dan dari Tiga Ras kabupaten Simalungun serta yang lainnya. 

Perjalanan dimulai dari pelabuhan Tuk-tuk. Suamiku memacu motor bebek ‘Selalu Terdepan’ kami dengan laju tak terlalu kencang agar puas memandangi keindahan Pulau Samosir. Mulutku tak henti-hentinya menyanyikan segala jenis lagu, mulai pop rock barat, pop Indonesia, pop batak hingga dangdut koplo, asik-asik josh! Sebagai ganti pemutar musik. Terkadang suamiku minta lagu Perjuangan untuk mempertahankan nasionalisme katanya. 

            Saat satu album Dewa 19 selesai kunyanyikan, sampailah kami pada sebuah air terjun di punggung bukit yang persis menghadap ke jalan yang kami lalui. Suamiku memarkirkan motor. Aku turun dengan cepat dan mengagumi karya Tuhan ini dengan mulut menganga. Hari sudah sore, ini titik terakhir yang akan kami kuunjungi sebelum kembali ke pelabuhan untuk kembali pulang.

“Minggu depan kemana lagi, Bun?”

“Pulang kampung ke Siantar dari rute terjauh!” Rute terjauh adalah mengambil jalan melalui Berastagi, di sana pemandangan yang dialui sangat luar biasa. Rute biasa Medan-Siantar yang sering ditempuh kebanyakan orang hanya berdurasi tiga jam perjalanan, tapi kami mengambil yang berdurasi bisa mencapai enam jam perjalanan.

Suamiku menganga.

“Really? Are you sure?”

Aku mengangguk mantap. Suamiku tersenyum kecil tanda setuju.

Aku memandang motorku, “Jangan pernah menyesal berada di antara kami, memang perjalanan yang akan kautempuh tak akan pernah mudah, tapi lihatlah apa yang kaudapat, rasa syukur pada Tuhan yang tak terhingga dan kesenangan berpetualang. Yaiiiyy!!”

Unknown / Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 komentar:

Posting Komentar

Coprights @ 2016. Template Designed By Templateism | Wp Themes